Seberapa lama kebahagian itu bertahan? aku bertanya
saat aku membuka memori-memori masa lalu yang sempat ku lalui sebagai
perjalanan hidupku.
Diawali dari makan siang bersama, itu bukan kali
pertama kita bertemu. Tapi kali pertama kita menyatukan argumen. Saat kamu
menceritakan masa lalumu, juga tentang masa laluku. Dan kita sepakat untuk
memberi nama mereka “pelajaran”. Dimana pelajaran memerlukan pemahaman,
pengertian, cara bersikap dan semua hal. Sebangsa pelajaran hidup yang membuat kita lebih dewasa. Dan
tanpa kita sadari kita juga sedang mengukir pelajaran dalam perjalanan hidup
kita masa itu.
Rajasa. masih teringat jelas namamu dalam
ingatanku. Caramu berucap, bersikap, juga caramu berfikir, sempat membuatku
kagum waktu itu. perlakuanmu padaku bagaikan wanita yang sangat kau
istimewakan. Tidak! Aku tidak pernah menyadari hal itu, sedikit demi sedikit
aku akan membukannya hingga aku sadar betapa beruntungnya aku waktu itu.
Gedung seminar, motor mogok, taman rekreasi,
kampus merah, jalanan malam hari, alun-alun kota, mushola, es teler, jagung
bakar, taman hijau depan gedung tinggi, lagu.
Masih terbayang bagaimana perasaanku, saat kita
bertemu pertama kali digedung seminar, saat kita harus dorong motor yang mogok
hingga akhirnya sampai ketaman rekreasi, didepan ruang kuliah kampus merah
biasa kita saling melempar senyum tanpa kata, jalanan malam hari yang ramai,
alun-alun kota tujuan akhir kita, setelah kemushola untuk menunaikan sholat
berjamah, beli es teler pojok disitu kali pertamanya kau pegang tanganku, beli
jagung bakar dua dibungkus dimakan di taman hijau depan gedung tinggi, kamu
menyanyikan lagu d’masiv yang berjudul aku percaya kamu. Aku tak bisa
menggambarkan bagaimana perasaanku waktu itu. yang jelas aku bahagia bisa
bersama mu.
Belum lagi perhatian-perhatian kecil yang kau
tunjukkan, mengirimiku pesan di facebook, mengantarkanku, memberikan
hadiah-hadiah kecil, kau perkenalkan aku kepada teman-temanmu, juga tentang sim
card 1999 yang sempat kuhilangkan. Aku merasa kau juga sebahagia diriku waktu
itu, terlihat jelas dari senyum dan tatapanmu.
Beberapa bulan saja. Aku lupa menghitung tepatnya
berapa bulan kebahagian itu hadir dalam benakmu. Semua masih sama bedanya
sikapmu tak sehangat dulu. Aku merasa kau tak lagi bahagia saat bersamaku. Kau
selalu menghindar saat kutemui di gedung seminar, kita selalu jalan
sendiri-sendiri saat kita di taman rekreasi, kampus merah masih menjadi kita
menebar senyum dan tatap cuman tatapan kita tak selama dulu, jalanan malam hari
tak ubahnya menjadi jalan dingin yang menakutkan yang bisa menekamku
sewaktu-waktu, alun-alun kota yang menjadi saksi bisu tentang kebisuan kita,
tak ada es teler, jagung bakar dan taman hijau, Hanya lagu yang berendang tak
karuan yang dinyanyikan pengamen jalanan. Kau masih mengandeng tanganku
meskipun gandenganmu tak seerat dulu. kita hanya ngobrol seperlunya tak ada
pembahasan khusus atau bahkan istimewa—semua pasi.
Aku tak bisa menemukan dirimu yang dulu. Karna waktu
mengubah segalanya, mungkin aku harus kembali membuka argumen-argumen yang
pernah kita bicarakan di rumah makan bambu itu. “semua ini harus kita buat
pelajaran. Karna perjalanan tak hanya butuh satu pelajaran”. Mungkin benar
katamu, karna hidup tak melulu tentang kita tapi juga mereka. Hingga membuatmu
mengerti masih banyak yang terbaik diantara yang baik. Dan aku akan menjadi
wanita pertama yang kau sisihkan. Dan
menjadi satu-satunya wanita yang pernah menerima pelajaran berharga ini dari
mu. Semoga kau mendapatkan wanita yang
terbaik diantara wanita yang terbaik pula.
kaliwatu, 8-8-2016. GR